Setelah Tepi Buku nggak berjalan lagi, saya masih tetap membaca; sebagaimana orang bodoh yang tak mau terus-terusan menjadi bodoh. Dari Tepi Buku, banyak hal yang membuat saya belajar arti kolaborasi. Sebagaimana istilah yang saya temui di buku Kolaborasi Kebaikan karya Mas Alfath Bagus; kolaborasi artinya menemukan titik temu di antara banyak perbedaan. Buku Presiden Mahasiswa (Presma) BEM KM UGM 2017 itu begitu menginspirasi saya dalam memaknai kolaborasi. Atau, mengutip perkataan seorang guru: berbeda itu pasti, bersatu itu keharusan.
Saya nggak ingin mengklaim Tepi Buku adalah milik saya seorang. Bukan. Namun, semangat yang dibangun sejak awal amat saya rasakan berada dalam diri saya. Pasca nggak berjalannya Tepi Buku, kami berlima tetap berteman. Fahmi masih baik sama saya. Masih suka makan bareng juga. Semua kembali sediakala. Sekali pun dalam kondisi yang enak buat ngobrol, saya jadi agak sungkan buat melanjutkan Tepi Buku.
Biarlah berlalu, nggak usah dipaksakan. Memang sudah saatnya selesai.
Kepada mereka saya bisa begitu, tetapi dalam diri nggak bisa. Bagi saya, ini belum selesai. Masih ada celah penasaran dalam diri. Rasa gregetan pasti ada. Apalagi saya yakin, ide untuk mewadahi peminjaman buku adalah ide yang baik. Tinggal eksekusi dan perjalanannya saja yang perlu perjuangan lebih.
Beberapa kali juga saya ditanya, “Kapan Tepi Buku rilis buku lagi buat dipinjam buku-bukunya?” Hal ini membuat saya semakin gregetan. Gregetan jadinya gregetan, apa yang harus kulakukan. Begitu deh kalau kata Sherina. Rasanya tuh, ibarat remaja-remaja SMA baru banget putus pas lagi sayang-sayangnya. Dua bulan kemudian, di-chat sama mantannya, “Gimana kabar kamu?” Pasti nggak bisa tidur.
Dasar lemah.
Saya juga sempat begitu. Maksud saya, nggak bisa tidur bukan karena chat-nya, tapi kepikiran dengan pertanyaan “kapan buku-bukunya bisa dipinjam lagi”. Bukan apa-apa, ibarat remaja-remaja SMA (lagi), saya dan ide peminjaman buku itu memang lagi sayang-sayangnya. Jadi mau pisah juga sulit. Pasti ngertilah.
Dasar lemah.
Karena saya tahu hal-hal demikian harus segera dituntaskan, biar nggak lemah, saya mencoba untuk bergerak sendiri. Tepi Buku boleh nggak berjalan, tapi saya berusaha menjadi Tepi Buku dalam diri sendiri. Menghidupkan semangat untuk meningkatkan minat baca orang-orang di sekitar saya. Mendobrak rasa trauma peminjaman buku yang dulu pernah ada. Saya masih ingin bergerak.
Merdeka!
Jadilah, saya bergerak sendiri.
---
Kurang lebih sama dengan apa yang pernah dilakukan di Tepi Buku. Saya buat daftar buku-buku yang bisa dipinjam. Saya siapkan sendiri. Sederhana, tanpa publikasi mewah dan desain-desain keren. Beberapa kali saya menawarkan buku ke teman-teman yang pernah pinjam di Tepi Buku. Saya tanya ke mereka, mau pinjam buku lagi nggak? Memang kelihatan aneh, ya, tiba-tiba ada orang menghubungi untuk menawari pinjam buku. Nggak masalah.
Liburan kuliah semester genap menjadi momen buat saya untuk bergerak. Di masa-masa ini, kesibukan mahasiswa paling cuma di rumah, atau sesekali ke kampus buat daftar organisasi di periode kepengurusan baru. Saya melihat satu peluang di sana. Saya mau menawarkan alternatif hiburan: membaca buku.
(pernah saya tulis ceritanya di judul “Buku Menghangatkan Rumah”)
Saya iseng membuat status di WhatsApp story. Saya menyebar berita, kalau saya mau meminjamkan buku kepada mereka yang tertarik. Tulis saya di story:
Menjelang liburan bau-baunya banyak orang merasa bosen ngapa-ngapain nih
Ada yang mau pinjem buku? Tukeran pinjem buku boleh, minjem aja boleh. Reply aja ya, nanti dikasih tau bukunya apa aja yang saya punya kalau mau pinjem
Responsnya luar biasa! Ada 10 orang lebih yang membalas status saya tersebut. Beberapa hari kemudian, saya bawakan buku yang mereka pesan untuk saya pinjamkan. Gratis, cuma-cuma. Tanpa bayaran. Kami janjian di kampus, lalu saya pinjamkan bukunya. Saya bersemangat lagi. Ada rasa senang tersendiri ketika buku-buku di lemari berpindah ke tangan orang lain. Saya yakin mereka orang-orang yang mau baca.
Minimal baca sampulnya.
Sambil mengetik ini, saya merefleksikan hal-hal yang terjadi selama di perkuliahan, khususnya pinjam-meminjam buku. Dimulai dari kagum dengan lapak buku, perpustakaan, belajar membuka peminjaman buku, sampai bergerak sendiri mengantarkan buku-buku itu ke peminjam. Jauh sekali dari yang pernah saya alami saat SMA, yang mana masa-masa itu sangat takut buat saya meminjamkan buku setelah kejadian buku Dilan.
Ya, gimana nggak takut. Bukunya dipinjam ke sana kemari, baru balik setahun kemudian.
Beberapa orang mengembalikan buku lebih cepat dari yang saya kira. Sebagai reward, saya tawarkan mereka untuk meminjam buku lagi. Kebanyakan tawaran itu diterima. Prinsip Tepi Buku masih bisa saya terapkan di sini.
Belum lama setelah masuk kuliah, buku-buku yang seharusnya udah bisa balik terpaksa harus menginap lebih lama di tangan peminjam. Semua datang setelah wabah korona menyerang, kegiatan di kampus seluruhnya dirumahkan. Kabarnya perkuliahan bakal terus di rumah sampai akhir tahun.
Saya dalam hati, “Duh, baru balik setahun lagi nih buku-buku saya.”
---
Yap, ini adalah tulisan terakhir dari “Memeluk Buku-buku yang Bertumpuk”. Tapi, ada beberapa bagian yang pengin saya ceritakan lagi, tapi nggak di sini. Saya berkeinginan menjadikannya ke dalam e-book. Sempat saya hitung-hitung, kira-kira ada 3.000-an kata, mulai dari tulisan pertama sampai sekarang.
Permasalahan selanjutnya adalah saya nggak bisa desain. Sedangkan, saya pengin di e-book ini punya nilai tambah berupa gambar-gambar. Entah ilustrasi atau apa pun itu namanya. Jadi nggak sekadar tulisan aja.
31 Comments
Wuaah kok mirip sama pengalamanku .., meminjamkan buku ke teman kembalinya setahun kemudian.
ReplyDeletePlus ditambah lembar halamannya banyak yang lepas.
Dari situ aku mulai 'pelit' minjamin buku, cuma ke orang tertentu yang kubolehin pinjem.
Huahahaha, kenapa durasi setahun jadi waktu yang paling sering ditemuin ya dalan pinjam buku :')
DeleteSemangat itu masih tergambar dengan jelas. Sebagaimana semangat seorang pemuda yang ingin menebar kebermanfatan kepada sesamanya. Mungkin hanya ada 1 dari 1000 orang yang tiba-tiba kirim pesan, "Kamu mau pinjam buku enggak?" hahaha
ReplyDeleteJadi teringat ada proyek mangkrak yang enggak terselesaikan. Saya juga punya proyek bikin ebook, sudah terlantar sejak dua atau tiga bulan yang lalu. Gak penting amat sih isinya, puisi labil seorang anak muda. Itupun kmren sempat ditarik dari peredarannya di blog. Malu euy, but namanya karya perjalanan hidup kadang sering kesandung😂
Ditunggu launching ebooknya :v
Sampe segitunya saya hahaha
DeleteAyo dilanjut lagi e-booknya. Semangat semangat~
Kaget mbak
ReplyDeleteMantap kang Robby terus menggenjot pikiran untuk bergelut dengan buku. Dan terus berjejaring sesama pecinta buku
ReplyDeleteDoakan mas, biar istiqomah~
DeleteSalut sama mas Robby, meski kolaborasi bersama temannya sudah usai tapi nggak menghalangi niat mas Robby untuk tetap menjalani kegiatan pinjam-meminjam buku demi menaikkan kegiatan baca di kalangan sekitar mas Robby 😁
ReplyDeleteSemoga dengan begitu, semakin banyak yang rajin baca, koleksi mas Robby pun semakin banyak dan buku-buku yang sekarang tertahan di tempat teman karena Corona bisa kembali ke tangan mas Robby dalam keadaan 'sehat tak berkekurangan' 🤭
Alhamdulillah masih bisa tergerakkan mbak, walau sendiri 😅
DeleteAamiin mbak, begitu juga buat mbak Eno
Gokil, saya yakin di jaman yang hampir edan ini masih banyak orang yang mau baca buku fisik.
ReplyDeleteSepakat bang Dian, masih terus ada
DeleteSejak kemarin-kemarin mengikuti perjalanan lu bikin Tepi Buku ini, terus kini sampai mau menjalankan sendiri dan bikin buku digital. Mantap.
ReplyDeleteTapi menurut gue, ketika masih kuliah enak sih, teman-teman pada masih aktif membaca dan bisa ketemuan juga di kampus.
Gue waktu itu mau buat kayak begitu juga, cuma bingung dengan konsepnya. Batas peminjaman harus berapa lama, sekiranya hilang atau rusak dendanya gimana, dan pengin ketemuannya di mana? Jalur KRL, kah? Kebanyakan pertanyaan semacam itu justru malah enggak jadi-jadi. Haha.
Semoga lancar menggarap buku-el lu, Rob.
Bener bang. Saya makin ke sini juga mulai sadar, ini kalau nggak di kampus belum tentu selancar ini. 😅
DeleteKeren juga janjiannya di KRL. Hahaha
Aamiin, makasih abang panutan~
kalau aku minjemin buku biasanya akhirnya ku ikhlasin deh soalnya enggak balik hihi
ReplyDeletetapi aku sama ushaamu mas
lanjutken
kalau enggak gini minat baca masihlah rendah
Salut mas, berani mengikhlaskan :D
DeleteSaya belum sampai sana kayaknya
Doakan mas, dan saya doakan terus orang-orang seperti mas
Kan bisa minta digojekin aja bukunya, Rob. Gak perlu nunggu akhir tahun. Muehehe
ReplyDeleteBener juga bang ahaha, tapi nggak deh
DeleteSalut deh sama semangatnya mas roby yang mau minjemin buku gratis buat temen-temen, mau meningkatkan minat baca orang indonesia yang makin lama makin menurun, termasuk saya😁. Sebenernya saya suka baca buku juga tapi susah nyari buku kalau nggak perpustakaan kota.
ReplyDeleteSemoga sukses dan semangat terus ya mas💪
Aamiin, saya berdoa juga buat mbaknya biar terus berdampak bagi sekitar
DeletePerjalanan Tepi Buku ternyata panjang juga yah. Seru ngikutinnya. Tepi Buku yang dulunya komunitas kecil kampus sekarang menjadi sebuah prinsip yang bisa digerakkan oleh semua orang. Sehingga, Tepi Buku bukan lagi milik kamu Robby. Tepi Buku bisa jadi landasan bagi para lapak baca diluar sana. Salut sih sama niat kamu. Seandainya saya jago gambar, saya akan bersedia bantu kamu. Sayangnya gambar saya mentok pemandangan "gunung dan rumah nenek"
ReplyDeleteDi tengah gunung ada jalanan dan matahari tersenyum hahaha
DeleteAlhamdulillah Rahul, doakan terus istiqomah ya. Buat kamu juga
Kerm semangatnya! Aku baru kali ini nih mampir ke blog ini. Jadi meraba2, sepertinya sebelumnya ada kejadian khusus ya. Tapi kalau dilihat dari semangatmu yang membara, lanjutkan! Hal2 yang bikin gak bisa tidur begini memang harus dibereskan, biar bisa tidur dengan enak hahaha
ReplyDeleteBtw drama meminjamkan buku memang seringnya menyebalkan! Aku paling benci kalau kertasnya dilipat, atau kotor kena makanan/minuman, yg paling parah ya distabilo. Sedihhhh 😢😢😢😢
Ada banyak mbak! Huehehe. Silakan cek label "Memeluk Buku-buku yang Bertumpuk", mbak. :D
DeleteKalau distabilo kayaknya saya belum pernah deh. Gregetan pasti yaa mbak :D
Tetep semangat mas meskipun colabnya udah bubar,sy yakin masih ada yg kepingin ngebaca buku, sama kyk orang jualan, kudu di tawarin dulu barangnya bru ada yg mo beli, minimal ngeliat dulu..
ReplyDeleteWah, bener juga ya mbak. Siaap 86! Hehehe
DeleteBiarpun tepi buku sudah usai tapi semangat mas Robby untuk meminjamkan buku masih membawa. Bahkan sampai membuat WA story dan ternyata responnya bagus juga, ada lebih dari 10 yang pinjam.
ReplyDeleteTetap semangat mas agar minat baca masyarakat Indonesia tambah naik.😃
Siap, mas. Doakan biar idenya terus berkembang dan eksekusinya semakin matang :D
DeleteAku pribadi termasuk agak pelit kalo soal pinjam meminjam buku, karna kapok sekali setelah ada yg pinjam bukunya hilang
ReplyDeletePdhal itu buku kesayangan hiks
Ya ampun, bener sih kalau itu ternyata buku kesayangan. Sabar ya mbak...
DeleteWah keren Mas Robi, walaupun tepi buku belum aktif kembali, programmnya udah menggiatkan membaca udah terasa..
ReplyDeleteApalagi sampai merelekan buku dipinjam, yang jaminan pengembaliannya belum tentu pasti. Aku pribadi bahkan sampai sekarang sangat selektif minjemin buku, karena sering ga balik atau malah balik dg kondisi mengenaskan 😅
Huehehe, saya pun belum sepenuhnya bisa rela mbak. Masih belajar aja dan meluruskan niat..
DeleteTerima kasih sudah membaca. Mari berbagi bersama di kolom komentar.
Emoji