Saya pernah mengalami masa-masa itu. Menjadi seorang secret admirer. Pengagum rahasia.
Nggak tau kenapa, menurut saya, kebanyakan orang yang terbiasa menulis sering mengalami hal ini. Mereka, lewat kelihaiannya dalam menulis, akan mencurahkan perasaannya lewat kata demi kata. Kalimatnya disusun serapih mungkin, semanis mungkin. Sehingga ketika tulisan itu sengaja atau tidak disengaja oleh teman, tidak akan meninggalkan celah untuk memunculkan pertanyaan: “Lu lagi suka sama si itu ya?”
Ya, saya pernah mengalami masa-masa itu. Dapat pertanyaan begitu rasanya kayak ditodong, terus gelagapan menjawabnya.
Salah sendiri nulis begitu.
Ada dua jenis pengagum rahasia dalam menuliskan pesan rahasianya. Pertama, mereka yang benar-benar rahasia. Orang seperti ini akan banyak menulis di buku catatan kecil. Ditaruhnya buku itu di tempat yang jarang dijangkau orang lain. Hanya dia dan Allah yang tahu.
Baca juga
Tipe kedua, orang yang senang cari perhatian. Kadang orang jenis ini malah yang memancing orang lain bertanya. Ada perasaan berseri-seri ketika ditanya. Biasanya orang jenis ini akan menulis pesan rahasia (yang nggak rahasia-rahasia amat itu) di status media sosial, di blog, atau yang paling tren saat itu: secret message.
Nggak tahu kalau sekarang, secret message adalah wahana menyenangkan bagi para secret admirer pada masanya. Mereka biasanya akan menuliskan pesan, dikirim ke akun pengelola, lalu ditampilkan di beranda akun pengelola. Kita, si pengirim, nungguin tuh biasanya. Memastikan si dia udah nge-like atau belum.
Dari: X
Untuk: Y
Pesan: Jika X berjarak 4 meter dari Y, berapa persen kemungkinan kita akan ngobrol bareng di kantin siang ini?
Abaikan ya. Saya udah lama juga nggak bahas-bahas begini.
Baca juga:
***
Tulisan ini bukan tentang secret admirer pastinya. Saya cuma lagi mengingat-ingat masa itu. Para secret admirer; orang-orang yang cintanya terbayarkan dengan like si dia. Kalau nggak di-like, depresi seminggu. Dipantengin terus sebulan, belum di-like juga. Depresinya nambah sebulan.
Saya teringat hal tersebut karena ada hal yang saya pelajari dari secret admirer. Tulisan yang mereka buat memang tertuju untuk seseorang, tapi mereka sengaja menahan dengan inisial-inisial atau kode yang mereka buat sendiri. Akhirnya, setelah tahu tulisannya nggak direspons si dia, para secret admirer kecewa.
***
Setelah dua tahun mengubah gaya tulisan, saya mendapatkan makna dalam aktivitas menulis. Bahwa tulisan yang dibuat seharusnya menjadi salah satu sumber perbaikan diri.
Pada suatu jam kuliah, seorang dosen membuat saya tertarik mengambil kesimpulan tentang makna merefleksikan diri.
Kuliah hari itu mempelajari profil-profil seorang guru. Bahasa sederhananya, kita bahas guru dengan tipikal tertentu, misalnya tipe yang ngasih tugas terus, ceramah nggak ada habisnya, guru yang bijaksana, dan lain-lain. Di akhir kuliah, beliau meminta mahasiswanya menulis di selembar kertas. Beliau membebaskan mahasiswa untuk menuliskan pengalaman bertemu guru atau dosen yang berkesan dalam pembelajaran selama hidupnya.
Secara nggak langsung, saya sebagai mahasiswa bisa menilai: pengalaman yang saya tulis ini bisa menjadi kriteria guru yang ideal atau nggak. Misalnya, kalau ditulis saat itu saya bertemu guru yang gampang nampar siswanya, saya bisa menilai: apa yang kayak gini perlu ditiru. Atau sebaliknya, ketika menuliskan pengalaman bertemu guru yang baik hati dan selalu menyemangati, saya bisa menilai: sepertinya ini cocok menjadi profil saya sebagai guru kelak.
Hari itu saya belajar, refleksi terhadap pengalaman dapat menjadi agenda perbaikan diri. Kita sendiri yang mengkonstruksi bagaimana profil guru yang ideal.
Baca juga:
***
Lebih lanjut, saya percaya, nasihat adalah sebuah sarana dalam memperbaiki diri. Maka, mengadaptasi dari perkuliahan dosen saya, saya memutuskan untuk menulis pengalaman yang dapat ditarik nasihatnya untuk perbaikan diri saya.
Begitu pula dengan judul blog ini: Memanen hikmah dalam setiap kisah.
Semoga kita termasuk orang yang beriman. Dalam sabdanya Rasulullah pernah bersabda, “Hikmah itu adalah barang yang hilang milik orang yang beriman. Di mana saja ia menemukannya, maka ambillah.”
Barangkali karena saya suka pelajaran Bahasa Indonesia, saya terlalu menyukai jenis soal tentang pesan moral suatu cerita. Pernah tahu jenis soal ini? Ya, kita berusaha mencari pesan dari suatu cerita, walaupun pesan yang dimunculkan sesederhana “jangan buang sampah sembarangan”
Seperti pola para penulis slice of life lainnya, mereka dituntut untuk menemukan pesan yang harus sampai kepada pembaca. Begitu yang saya pelajari dari buku-buku Raditya Dika, Alitt Susanto, Dara Prayoga, dan lain-lain. Buku personal litterature yang jaya pada masanya membentuk saya untuk menemukan pesan dan berpikir positif terhadap kejadian yang saya hadapi dalam kehidupan. Hal itu secara nggak langsung membentuk saya untuk selalu menemukan hikmah dalam setiap kisah.
Begitu juga seperti yang ditulis oleh ‘Aidh Al-Qarni dalam bukunya, “Sayalah orang yang pertama kali,” tulisnya dalam La Tahzan, “mengambil manfaat dari buku ini.”
Tulisan yang saya buat, baik di blog, caption Instagram, dan media lain merupakan bentuk refleksi terhadap diri saya. Tulisan-tulisan itu akan saya nikmati juga selanjutnya. Bukan hanya berperan sebagai produsen tulisan, tetapi sekaligus menjadi konsumen atas tulisan-tulisan saya pribadi.
Jadi, kalau ditanya, kepada siapa tulisan-tulisan ini ditujukan, saya akan jawab: untuk saya sendiri. Kalau kamu berkenan, mari merasakan manisnya pesan-pesan yang tersaji.
Mungkin ada satu pertanyaan dari saya, silakan jawab di kolom komentar.
“Apa pesan moral yang dapat diambil dari tulisan ini?”
Semangat memperbaiki diri!
21 Comments
Bacanya cengar cengir😅 betul banget isinya...
ReplyDeleteCukup relate berarti haha
DeleteSetuju banget ish
ReplyDeletePesan moral: menulislah untuk dirimu sendiri. Jadi, kalau dibaca orang yaa sukur. Kalau ngga juga tetep bermanfaat buat diri sendiri. Karena, dari tulisan kita mempelajari diri. Itu sih yg aku aku pahami, hehe
ReplyDeleteAlhamdulillah, sepakat~
DeleteSaya juga kalo lagi kagum, atau bahasa kerennya jadi seorang secret admirer jadi sering nulis yg puitis gitu. Kebanyakan puisi saya itu bercerita tentang orang yang saya suka.
ReplyDeleteItupun tujuannya bukan untuk disukai balik, tapi lebih melepaskan emosi ini biar tidak berkeliaran di kepala saya. Rasanya kalo sudah ditulis itu plongg, lega hehe
Ada yang bikin lega, tapi bukan inhaler
DeleteLucu juga baca tulisannya kang Roby, terutama bagian ini, Para secret admirer; orang-orang yang cintanya terbayarkan dengan like si dia. Kalau nggak di-like, depresi seminggu. Dipantengin terus sebulan, belum di-like juga. Depresinya nambah sebulan.
ReplyDeleteHabis depresi takutnya nanti malah masuk rumah sakit jiwa.😂😂😂
Jiah bisa aja mas Agus
DeleteSependapat sih aku ...,tulisan2 yang kita buat bisa sebagai sarana instropeksi diri kita sendiri, juga bisa sebagai cerminan diri buat yang membacanya.
ReplyDeleteSetuju mass~
DeleteRobby very-wise Haryanto.
ReplyDeleteHmmm jadi nama tengah
DeleteTipe kedua langsung ingat raditya dika.. ternyata doi tahu blognya dong wkwkwk
ReplyDeleteKayak kenal gitu ya ceritanya~
DeleteWah saya baru tentang konsep yang beginian, nambahin wawasan nih tentang dunia tulis menulis dan tujuan sebuah tulisan
ReplyDeleteSemoga bermanfaat~
DeleteAku setuju sama kalimat "tulisan yang dibuat seharusnya menjadi salah satu sumber perbaikan diri" soalnya aku berusaha begitu. Nulis hari ini untuk aku baca di hari lain. Bisa jadi sebagai catatan diri sendiri, pengingat, atau introspeksi atas apa yang udah pernah terjadi di hari-hari lalu.
ReplyDeleteSepakat kak!
DeleteKalau medsos saya kebagi.
ReplyDeleteIG mah buat orang, twitter jarang.
tapi facebook, ya buat saya sendiri.
Meski dibuka untuk umum hahahaha.
Blog ya buat semuanya, buat saya juga pembaca yang mau mampir.
Btw sekarang mah kurang greget ya kalau mau suka-sukaan secret admirer atau apalah namanya.
Tulis di medsos, yang dituju bisa deg-degan bacanya.
Dulu, nulisnya di secarik kertas, tanpa nama.
Kadang nulisnya pakai rapido dan penggarisnya, biar yang dituju nggak tahu itu tulisan siapa.
Eh malah bahas kisah lalu hahahaha
Hahaha, saya nggak tau kalo jaman dulu lebih "secret" lagi :D
DeleteTerima kasih sudah membaca. Mari berbagi bersama di kolom komentar.
Emoji