Rich Dad, Poor Dad: Seni Menyelamatkan Keuanganmu

Sebetulnya nggak ada motivasi lebih buat baca buku Rich Dad, Poor Dad. Beli buku ini bermodalkan diskon 50 persen Gramedia dan keyakinan suatu saat akan butuh pengetahuan keuangan. Udah. Itu aja. Dan sekarang saya sedang ada di kondisi kedua.


Saat menulis post ini, saya baru baca 106 halaman. Sengaja tidak saya tuntaskan membaca kemudian menulis ringkasannya. Biar halaman-halaman berikutnya menjadi misteri dan saya berbagi apa yang sudah saya baca.

Dalam beberapa halaman awal buku Rich Dad, Poor Dad saya sempat berpikir tokoh "saya"--diperankan langsung oleh penulis, Robert T. Kiyosaki--memiliki dua ayah. Ternyata bukan! Dua ayah tersebut merupakan ungkapan penulis tentang dua cara pandang mengenai keuangan. Rich Dad (Ayah Kaya) adalah ayah Mike, temannya, yang memberi banyak perspektif baru soal keuangan dan penulis belajar banyak hal darinya. Sedangkan Poor Dad (Ayah Miskin) adalah ayah kandungnya, yang memiliki cara pandang keuangan orang pada umumnya. 

 Dimulai dari kisah dua anak umur sembilan tahun. Mike dan Robert menganggap dirinya miskin daripada teman sebayanya. Mereka berkeinginan untuk punya banyak uang agar bisa membeli barang yang mereka suka. Sampai akhirnya mereka melakukan ide gila "mencetak uang". Ide tersebut tidak berlangsung lama setelah Ayah Kaya turun tangan memberikan pengajaran by doing kepada Mike dan Robert. Mereka bekerja dengan Ayah Kaya.  

Robert awalnya tidak puas dengan bayaran 10 sen. Bahkan ketika melakukan protes, Ayah Kaya menurunkan gaji mereka menjadi bekerja tjdak dibayar. "Kacau juga, eksploitasi anak," begitu gumam saya saat membaca. Namun dengan dialog yang panjang, Ayah Kaya meluruskan bahwa apa yang diterapkan kepada dua anak itu adalah bentuk pengajaran bagaimana mengendalikan emosi dan hasrat tentang keuangan.

Bagian awal sangat menyenangkan. Beberapa kali refleks tertawa karena membayangkan anak kecil yang lugu berupaya belajar tentang keuangan, yang mana menjadi sesuatu yang tidak didapatkan banyak orang. 

Pada bagian-bagian berikutnya, ini yang mungkin akan terus melekat pada ingatan saya. Bisa dikatakan, inilah kesan yang nempel di kepala sebagian besar pembaca buku ini.

"Orang kaya membangun aset. Orang miskin dan kelas menengah membangun liabilitas, tapi mereka itu aset."

Singkatnya, "Aset itu memasukkan uang ke kantong saya. Liabilitas mengeluarkan uang dari kantong saya."

Bagi penulis, membeli sebuah rumah bisa jadi sebuah liabilitas. Rumah yang sudah berdiri harus dibayarkan pajaknya, biaya perawatan, dan lain-lain, yang mana akan mengeluarkan uang. 

Beda cerita bila uang tersebut digunakan untuk investasi, mengembangkan bisnis, dan suatu hal yang mendatangkan uang, ia akan menjadi sebuah aset.

Secara umum, banyak istilah asing tentang keuangan yang belum saya pahami sebagai awam. Beberapa poin yang itu saya lewati, lalu lompat ke bagian yang sifatnya mudah diterapkan. 

Nah. Langsung kepikiran sesuatu sama blog ini.

Domain dot com blog ini termasuk liabilitas berarti ya? Domainnya harus diperpanjang tiap tahun, dibayar, tapi nggak menghasilkan uang.

Atau mungkin belum deh. Bisa jadi dari jalan yang lain. 

Post a Comment

0 Comments